Monday, November 19, 2012

Battle of the Impossible





Anak muda ini gelisah. Pikirannya terus berperang melawan suara kecil hatinya. Sama sekali bukan keputusan yang mudah. Secara logika mustahil terjadi. Tapi ini perintah yang diterimanya. Dia harus menyeleksi ulang pasukannya. 

Dia telah memulangkan 31.700 orang prajurit. Bagaimana mungkin melawan pasukan musuh yang tidak terhitung jumlahnya dengan hanya 300 tentara. Ini saat yang genting. Saatnya menggunakan setiap sumber daya yang ada untuk meraih kemenangan. Dia bukan Jendral perang berpengalaman. Dia bukan ahli strategi. Dia hanya seorang anak muda tidak berpengalaman dan sekarang memegang masa depan bangsanya. Jika dia salah melangkah dan kalah, bangsanya akan kembali dijajah. Masa depan negaranya sekarang ada di tangannya. Sama sekali bukan perkara mudah. Tidak heran anak muda ini gelisah.


Guys, pernah mengalami situasi yang sama seperti anak muda ini? Tantangan dan permsalahan besar menghadang, sementara alternative solusi yang ada tidak mudah untuk diambil. Secara logika tidak mungkin terjadi. Secara akal sehat mustahil dilakukan. Keputusan sulit harus diambil. Tetap tinggal atau lari. Diam atau bertindak. Bersabar atau meledak. Lanjut atau berhenti. Hati melawan pikiran. Kalau elo lagi mengalami keadaan ini, mungkin ini saat yang tepat untuk coba belajar dari pengalaman anak muda ini.


Namanya adalah Gideon. Anak termuda di keluarganya. CV-nya (curriculum vitae) tidak mencantumkan pengalaman berperang sama sekali. Yang dikenalnya adalah bagaimana cara mengirik gandum. Perisai dan tombak sama sekali bukan alat yang familiar di tangannya. Dan sekarang dia harus berperang melawan suku Midian dan Amalek yang dikenal sangat tidak ramah. Sama sekali bukan pergantian profesi yang umum.


Awalnya dia memiliki 32.000 tentara yang dapat digunakannya untuk berperang. Bukan jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan jumlah tentara Midian dan Amalek yang seperti pasir di lautan banyaknya. Tapi lumayanlah daripada tidak ada sama sekali. Namun Tuhan berfirman dan memerintahkan Gideon memulangkan orang-orang yang takut. Dan eliminasi masal ini menghasilkan 10.000 tentara siap mati yang tersisa. Yah masih mendinglah dibandingkan tidak ada sama sekali. Namun Tuhan belum selesai menyeleksi. Melalui metode eliminasi yang tidak biasa (dari cara meminum air) ahirnya tinggal tersisa 300 orang tentara yang terpilih. Kalau menurut kalian 300 adalah jumlah yang cukup banyak, coba sebarkan 300 butir garam ke pasir di pantai dan lihat hasilnya. 300 butir garam secara kuantiti tidak ada artinya dibadningkan lautan pasir di pantai. Secara matematis, ini proyek bunuh diri masal. Melawan tentara musuh yang tidak terhitung banyaknya dengan hanya 300 orang?! Insane.


Gw percaya pada saat Gideon menghadapi situasi ini dan menerima perintah Tuhan yang “absurd”, dia tidak dengan mudah percaya kalau segala sesuatunya akan baik-baik saja. Track record keimanan Gideon tidaklah sempurna. Gideon dikenal sebagai pribadi yang ragu. Saat Tuhan memerintahkan untuk membebaskan bangsanya dari kaum Midian, Gideon meragukan kemampuan dan pengalamannya sehingga dia meminta tanda konfirmasi dari Tuhan. Tidak hanya sekali; tapi tiga kali Gideon minta tanda (mungkin Gideon ingin mengalahkan iklan Yakult). Malam hari sebelum Gideon berperang pun Tuhan masih perlu mengutus Gideon menguping ke kemah musuh agar Gideon lebih percaya. Gideon bukanlah orang yang memiliki iman sempurna. Gideon penuh dengan keragu-raguan.


Yang istimewa dari Gideon adalah, sekalipun dia ragu. Sekalipun dia punya sejuta alasan unutk memilih mundur, Gidean tidak melakukannya. Gideon belajar untuk tetap taat. This is the truth meaning of Faith (ini adalah makna sejati dari iman). Iman adalah percaya sekalipun tidak melihat. Iman melompat tanpa tahu seberapa dalam airnya. Iman melangkah sekalipun pijakannya tidak telihat. Bukan karena sekedar nekad. Tapi karena sadar kalau Tuhan tidak akan berdiam diri jika Dia yang memerintahkan. Seringkali visi Tuhan lebih besar dari visi manusia,s ehingga tampaks angat sulit atau bahkan msutahil untuk dicapai. Tapi jika Tuhan yang menaruhkan visi itu dalam diri kita, He will make it true. Bagian kita tinggal melangkah bareng Dia. Bukankah ini yang menujukkan identitas Allah yang perkasa? Visi Tuhan selalu melebihi kekuatan manusia.


Lawan dari Iman adalah keraguan dan ketakutan. Kalau elo baca lanjutan kisah Gideon, elo akan semakin takjub. Gideon menang perang hanya dengan bermodalkan obor, terompet, dan teriakan. Tanpa pedang sama sekali. Apa yang membuat bangsa Midian dan Amalek kalah? Rasa takut. Sebelum berperang bangsa Midian dan Amalek mendapat mimpi bahwa mereka akan kalah dari Gideon. Kemudian rasa takut menyebar ke seluruh perkemahan. Pada saat Gideon “mengagetkan” Midian dan Amalek saat tidur, mereka panik dan mulai menyerang antar teman.


Ketakutan membuat pasif. Ketakutan menunjukkan ketidak percayaan. Keraguan menghambat potensi tindakan. Ketakutan menghalangi terjadinya terobosan. Keraguan memperlambat tindakan. Ketakutan menghalangi kita menerobos batas. Keraguan menempatkan kita di kawanan rata-rata. Ketakutan tidak mungkin menempatkan kita di potensi terbaik kita. Tidak heran Yesus menegur murid-muridNya dengan berkata “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” (Matius 8:26).


Memang tidak mudah untuk percaya. Apalagi pada saat situasi yang dihadapi cukup sulit dan genting. Tapi di sisi lain bukankah pada saat kita tidak yakin apa yang akan terjadi, kita hanya bisa mempercayai sesuatu yang sifatnya pasti? Bukankah pilot pada saat terperangkap dalam badai, satu-satunya yang dipercayainya adalah radar untuk selalu menunjukkan arah yang tepat? Mungkin kali ini ditengah badai kita perlu belajar untuk percaya dan melangkah. As long it’s what God has put in you, you won’t walk alone. God bless! 


References: Hakim-hakim 6-8    

No comments:

Post a Comment