Anak muda ini gelisah. Pikirannya terus berperang melawan
suara kecil hatinya. Sama sekali bukan keputusan yang mudah. Secara logika
mustahil terjadi. Tapi ini perintah yang diterimanya. Dia harus menyeleksi ulang
pasukannya.
Dia telah memulangkan 31.700 orang prajurit. Bagaimana mungkin melawan
pasukan musuh yang tidak terhitung jumlahnya dengan hanya 300 tentara. Ini saat
yang genting. Saatnya menggunakan setiap sumber daya yang ada untuk meraih
kemenangan. Dia bukan Jendral perang berpengalaman. Dia bukan ahli strategi.
Dia hanya seorang anak muda tidak berpengalaman dan sekarang memegang masa
depan bangsanya. Jika dia salah melangkah dan kalah, bangsanya akan kembali dijajah.
Masa depan negaranya sekarang ada di tangannya. Sama sekali bukan perkara
mudah. Tidak heran anak muda ini gelisah.
Guys, pernah mengalami situasi yang sama seperti anak muda
ini? Tantangan dan permsalahan besar menghadang, sementara alternative solusi
yang ada tidak mudah untuk diambil. Secara logika tidak mungkin terjadi. Secara
akal sehat mustahil dilakukan. Keputusan sulit harus diambil. Tetap tinggal
atau lari. Diam atau bertindak. Bersabar atau meledak. Lanjut atau berhenti. Hati
melawan pikiran. Kalau elo lagi mengalami keadaan ini, mungkin ini saat yang
tepat untuk coba belajar dari pengalaman anak muda ini.
Namanya adalah Gideon. Anak termuda di keluarganya. CV-nya (curriculum
vitae) tidak mencantumkan pengalaman berperang sama sekali. Yang dikenalnya
adalah bagaimana cara mengirik gandum. Perisai dan tombak sama sekali bukan alat
yang familiar di tangannya. Dan sekarang dia harus berperang melawan suku Midian
dan Amalek yang dikenal sangat tidak ramah. Sama sekali bukan pergantian
profesi yang umum.
Awalnya dia memiliki 32.000 tentara yang dapat digunakannya
untuk berperang. Bukan jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan jumlah
tentara Midian dan Amalek yang seperti pasir di lautan banyaknya. Tapi lumayanlah
daripada tidak ada sama sekali. Namun Tuhan berfirman dan memerintahkan Gideon
memulangkan orang-orang yang takut. Dan eliminasi masal ini menghasilkan 10.000
tentara siap mati yang tersisa. Yah masih mendinglah dibandingkan tidak ada
sama sekali. Namun Tuhan belum selesai menyeleksi. Melalui metode eliminasi
yang tidak biasa (dari cara meminum air) ahirnya tinggal tersisa 300 orang
tentara yang terpilih. Kalau menurut kalian 300 adalah jumlah yang cukup banyak,
coba sebarkan 300 butir garam ke pasir di pantai dan lihat hasilnya. 300 butir
garam secara kuantiti tidak ada artinya dibadningkan lautan pasir di pantai. Secara
matematis, ini proyek bunuh diri masal. Melawan tentara musuh yang tidak
terhitung banyaknya dengan hanya 300 orang?! Insane.
Gw percaya pada saat Gideon menghadapi situasi ini dan
menerima perintah Tuhan yang “absurd”, dia tidak dengan mudah percaya kalau
segala sesuatunya akan baik-baik saja. Track record keimanan Gideon tidaklah
sempurna. Gideon dikenal sebagai pribadi yang ragu. Saat Tuhan memerintahkan
untuk membebaskan bangsanya dari kaum Midian, Gideon meragukan kemampuan dan
pengalamannya sehingga dia meminta tanda konfirmasi dari Tuhan. Tidak hanya
sekali; tapi tiga kali Gideon minta tanda (mungkin Gideon ingin mengalahkan iklan
Yakult). Malam hari sebelum Gideon berperang pun Tuhan masih perlu mengutus
Gideon menguping ke kemah musuh agar Gideon lebih percaya. Gideon bukanlah
orang yang memiliki iman sempurna. Gideon penuh dengan keragu-raguan.
Yang istimewa dari Gideon adalah, sekalipun dia ragu. Sekalipun
dia punya sejuta alasan unutk memilih mundur, Gidean tidak melakukannya. Gideon
belajar untuk tetap taat. This is the truth meaning of Faith (ini adalah makna
sejati dari iman). Iman adalah percaya sekalipun tidak melihat. Iman melompat
tanpa tahu seberapa dalam airnya. Iman melangkah sekalipun pijakannya tidak
telihat. Bukan karena sekedar nekad. Tapi karena sadar kalau Tuhan tidak akan berdiam
diri jika Dia yang memerintahkan. Seringkali visi Tuhan lebih besar dari visi
manusia,s ehingga tampaks angat sulit atau bahkan msutahil untuk dicapai. Tapi jika
Tuhan yang menaruhkan visi itu dalam diri kita, He will make it true. Bagian kita
tinggal melangkah bareng Dia. Bukankah ini yang menujukkan identitas Allah yang
perkasa? Visi Tuhan selalu melebihi kekuatan manusia.
Lawan dari Iman adalah keraguan dan ketakutan. Kalau elo
baca lanjutan kisah Gideon, elo akan semakin takjub. Gideon menang perang hanya
dengan bermodalkan obor, terompet, dan teriakan. Tanpa pedang sama sekali. Apa yang
membuat bangsa Midian dan Amalek kalah? Rasa takut. Sebelum berperang bangsa
Midian dan Amalek mendapat mimpi bahwa mereka akan kalah dari Gideon. Kemudian rasa
takut menyebar ke seluruh perkemahan. Pada saat Gideon “mengagetkan” Midian dan
Amalek saat tidur, mereka panik dan mulai menyerang antar teman.
Ketakutan membuat pasif. Ketakutan menunjukkan ketidak
percayaan. Keraguan menghambat potensi tindakan. Ketakutan menghalangi
terjadinya terobosan. Keraguan memperlambat tindakan. Ketakutan menghalangi
kita menerobos batas. Keraguan menempatkan kita di kawanan rata-rata. Ketakutan
tidak mungkin menempatkan kita di potensi terbaik kita. Tidak heran Yesus
menegur murid-muridNya dengan berkata “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang
percaya?” (Matius 8:26).
Memang tidak mudah untuk percaya. Apalagi pada saat situasi
yang dihadapi cukup sulit dan genting. Tapi di sisi lain bukankah pada saat kita
tidak yakin apa yang akan terjadi, kita hanya bisa mempercayai sesuatu yang
sifatnya pasti? Bukankah pilot pada saat terperangkap dalam badai, satu-satunya
yang dipercayainya adalah radar untuk selalu menunjukkan arah yang tepat?
Mungkin kali ini ditengah badai kita perlu belajar untuk percaya dan melangkah.
As long it’s what God has put in you, you won’t walk alone. God bless!
References: Hakim-hakim 6-8
No comments:
Post a Comment