Namaku
tidaklah penting. Sejarah tidak mencatatnya. Arkeolog tidak dapat menemukan
apapun tentang aku. Atau mungkin mereka tidak berniat mencarinya. Aku sama
tidak pentingnya seperti namaku. Tapi aku mau menceritakan sebuah kisah. Sebuah
cerita tentang hidupku. Sebuah kisah dari sudut pandangku. Sebuah cerita dari
tangan pertama. Sebuah kisah yang aku percaya sangat penting untuk kamu
ketahui. Sebuah cerita untukhati yang patah. Sebuah kisah untuk kaum terbuang. Sebuah
cerita untuk yang kesepian. Sebuah kisah tentang setiap kita. Sebuah cerita
yang dapat mengubah hidupmu.
Dapat
dikatakan hidupku berwarna. Sebagian besar gelap. Ya aku pernah jatuh cinta. Aku
pernah tertawa. Aku pernah bahagia. Tapi seringnya aku merasa disisihkan. Aku dilupakan.
Aku ditinggalkan. Aku tidur dengan rasa takut sebagai bantal dan penderitaan
sebagai selimutnya. Aku tidak ingin seperti ini tapi inilah aku. Aku terjebak
menjadi pribadi yang aku benci. Mungkin aku dikutuk.
Aku pernah melakukan semua hal buruk yang terlintas di pikiranmu. Aku pernah berada di lembah gelap terdalam. Aku pernah melakukan hal yang paling nista yang dapat dilakukan seorang manusia. Aku jauh melebihi yang dapat kau bayangkan.
Aku
bukanlah Robin Hood. Aku mengambil dari orang lain dan menggunakannya unutk
diriku sendiri. Memuaskan kehausanku untuk menjadi penting, dikasihi, menjadi
seseorang. Memang membantu untuk sesaat. Tapi saat pagi datang, aku sendiri
lagi. Kembali aku menghadapi kenyataan… seorang diri.
Aku dapat mencium bau darah di tanganku setiap saat. Seakan-akan tanganku masih berlumuran dengan darah sekalipun aku sudah mencucinya berulang kali. Jangan tanyakan kenapa aku melakukannya. Mengapa aku membunuh… aku tidak tahu. Sekalipun aku tahu alasannya, kamu tidak akan mempercayainya. Mungkin aku ditakdirkan menjadi seperti ini. Menjadi kaum terbuang.
Aku lelah melakukan semua ini. Tidak
mudah hidup seperti aku. Terkadang dalam tidurku, aku mendengar jeritan
orang-orang yang pernah aku bunuh. Suara-suara itu tidak mau keluar dari
kepalaku. Aku ingin memiliki hidup normal yang dulu pernah aku miliki, tapi aku
tidak tahu bagaimana untuk mencapainya. Melakukan kejahatan adalah keahlianku. Itu
sebabnya aku terus melakukannya. Bagaimanapun dunia perlu peran antagonis. Hidup
perlu keseimbangan. Diperlukan seorang penjahat sebagai lawan pahlawan. Dan aku
yang terpilih.
Suatu hari aku ceroboh. Aku tertangkap. Sebagian diri ku bersyukur. Sekarang aku dapat beristirahat. Aku dapat berhenti menjadi diriku yang sekarang. Mungkin ini akhir terbaik dari bajingan seperti aku. Ditangkap dan dihukum. Seperti yang memang seharusnya terjadi. Akhir yang bagus bagi orang lain dan akhir yang seharusnya terjadi bagi sampah seperti aku.
Aku digantung di salib sebagai lambang kaum terbuang. Sebuah penghargaan atas kejahatan besar yang aku lakukan. Digantung bersama dua penjahat lainnya. Aku tersenyum getir. Inilah akhirnya pikirku. Mari kita selesaikan ini dan biarkan aku beristirahat dengan tenang. Aku muak dengan hidupku.
Orang disebelahku sangat asing. Aku tidak
pernah melihatnya sebelumnya. Aku kenal setiap pencuri, pembunuh, dan bajingan
di jalan. Aku kenal setiap bandar obat terlarang dan germo di lingkunganku. Aku
mabok bersama mereka di bar. Aku hidup bersama mereka. Aku tidur bersama
mereka. Aku bernafas dengan udara kotor yang sama seperti mereka. Tapi orang
ini, aku tidak pernah melihatya. Dia bukan dari sekitar sini. Bukan dari tempat
aku berasal. Apa yang terjadi dengannya? Siapa dia?
Aku mendengar beberapa orang tertawa
dan memperoloknya. Mereka bilang “Kalau kamu anak Allah, mengapa tidak kau
minta Bapakmu untuk melepaskan engkau?!” “Kalau kamu juru selamat, mengapa tidak
kau selamatkan dirimu sendiri?!”
Anak Allah… Juru Selamat… apa yang
sedang mereka bicarakan?
Dia tidak marah. Dia tidak murka. Dia tidak berteriak balik. Dia tetap tenang. Dia tetap diam. Dia hanya berbisik, “Bapa maafkan mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat…”
Reaksi yang sangat aneh. Mengapa dia
melakukannya? Kalau aku adalah dia, aku akan meludahi mereka. Meneriakkan setiap
kata kotor yang aku tahu. Mengutuk mereka sampai mati. Mengapa dia tidak
melakukannya? Mengapa dia tidak membela dirinya?
Mungkin
dia tuli. Mungkin dia terlalu lemah. Mungkin dia sudah muak. Atau mungkin…
(pemikiran ini datang seperti halilintar di kepalaku)… atau mungkin dia benar. Mungkin
dia tidak perlu membuktikan apapun karena dia benar. Dia tidak perlu membela
dirinya karena apa yang dikatakannya semua benar… dia adalah apa yang
dikatakannya… seorang juru selamat… Anak Allah.
Tiba-tiba
aku teringat salah satu malamku di bar. Sebuah gossip soal apa yang sedang
terjadi di kota. Siapa yang tertangkap. Siapa yang berhasil mendapatkan hasil
rampokan besar. Aku mendengar gossip mengenai seseorang yang tidak biasa. Seseorang
yang menyebut dirinya anak Allah. Seseorang yang mengubah air menjadi anggur. Menyembuhkan
orang sakit. Seseorang yang membuat orang buta melihat. Membantu pelacur. Seseorang
yang membuat pesta dengan si ular berkepala dua, Zakeus si pemungut pajak. Seseorang
yang peduli terhadap sampah seperti aku dan teman-temanku.
Aku menoleh ke arahnya. Dia berkeringat. Terluka. Babak belur sampai hampir mati. Bagaimana mungkin anak Allah, sang kebenaran, pencipta alam semesta berakhir seperti ini? Tergantung di kayu salib. Sekarat. Sama seperti aku. Tapi di dalam hati aku tahu ada yang berbeda dari orang ini. Sulit untuk diakui, tapi sepertinya benar. Orang ini bukanlah manusia biasa. Bisa jadi dia Tuhan. Dia pasti Allah.
Jadi
aku mengumpulkan semua keberanian yang
aku miliki. Memohon untuk hal yang tidak layak ku peroleh. Mengharapkan sesuatu
yang aku tahu mustahil aku dapatkan. Sesuatu yang tidak pantas… Aku meminta
pengampunan.
Aku
tidak berani meminta belas kasihan. Tapi aku harus mencobanya. Ini kesempatan
terakhirku. Setidaknya mengurangi kesalahan yang pernah aku lakukan. Aku tahu
aku akan masuk neraka. Tempat yang pantas untukku. Tempat dimana seharusnya aku
berada. Itulah sebabnya aku tidak meminta Surga. Aku hanya meminta
pengertiannya atas apa yang sudah aku lakukan. Kalau dia ingin melemparkanku ke
neraka, itu tidak masalah. Aku pantas mendapatkannya. Aku layak.
Sementara
masih tergantung di salib. Air mata mengalir dari mataNya… Dia tersenyum dan
berkata… “Hari ini juga kamu akan bersama Ku di Firdaus…”
Aku
pantas untuk neraka, aku mendapatkan Surga
Aku
hilang, namun ditemukan.
Aku
orang asing, namun sekarang bagian dari keluarga.
Aku
mati, tapi sekarang aku hidup.
Aku
tahu ini sulit dipercaya. Tapi ini yang terjadi padaku. Aku pun tidak dapat percaya
pada awalnya. Tapi aku di sini sekarang. Mungkin itulah sebabnya disebut
sebagai anugerah. Kita memperoleh apa yang seharusnya tidak layak kita dapatkan.
Bukan dengan kekuatan. Bukan dengan kebesaran, hanya karena belas kasihan.
Haleluya!
Omong-omong, aku ingin menceritakan
cerita lainnya; kamu belum mendengar cerita seru yang pernah aku jalani kan? Dan
mungkin cerita yang tidak kamu ketahui soal Nabi Musa? Dia sempat bercerita
sedikit tentang hidupnya saat kami main golf kemarin. Tapi sayang sekali aku
tidak punya waktu sekarang. Aku ada janji makan malam dengan teman baikku, Yesus.
Semoga harimu indah kawan!
No comments:
Post a Comment