Friday, September 28, 2012

The Battle of Amalekites



Tiga pertanyaan sederhana, apakah prioritas hidup kita udah sesuai dengan kehendak Allah atau kita malah terjebak dalam tipu muslihat iblis? apakah pelayanan kita sungguh berkenan bagi Tuhan atau hanya sampah dimatanya? siapa yang anda layani, Tuhan, ego diri sendiri, atau iblis? you'll find the answer at the bottom of this Note.



Kemarin gw baru saja berkunjung ke sebuah gereja di bilangan Pasar Baru-Tangerang, dengan tiga tujuan. Pertama, menghadiri perayaan Natal. Kedua, support a friend doing service as dancer. Apa lagi yang bisa gw lakukan selain berdoa dan hadir buat dia, right?! This is essential and basic, yet important. Lagian juga kalo gw yg bantu nari, alhasil yang muncul adalah perpaduan antara tarian hujan suku bar-bar, gerakan biadab orang kesamber geledek, plus ekspresi orang keselek dukuh tiga biji sekaligus; secara bedain kanan sama kiri aja kadang masih pake mikir. Ketiga, listening to this preacher. This priest got a highly recommendation, so gw penasaran aja dengan pendeta ini. Sekalian dpt makanan rohani sekalian nyolong ilmu public speaking. And you know what, the recommendation is not wrong, khotbahnya dahsyat dan teknik public speaking nya pun mumpuni. I was stunned all the preaching moment, sekalipun pendetanya nggak pake gaun plus nggak menari dengan indah. Lagian aneh juga kalo seorang Pdt. Muhammad Riza Solihin menggunakan gaun trus menari pula... Absurd.

Ok, cukup mengkhayal anehnya, now get back to business. Kali ini gw mau share apa yang gw dapet dari khotbah kemarin. Ada beberapa pemahaman tambahan yang gw dapat saat merenungkan ulang poin-poin inti khotbah Aa Riza, semoga bisa ngasih perspektif aplikatif yang lebih luas buat semua yang baca blog ini (perspektif aplikatif?! Apa pula itu?!). Berhubung lumayan banyak yang pengen gw sharing, so gw perlu bagi dua tulisan ini. Di tulisan yang kali ini gw bahas pelajaran pertama yang gw dapat, in my next note baru gw share yang kedua. Gw dapet berkat Roooouuuuar Biasa dari khotbah Aa Riza kemarin dan gw yakin ini juga bisa jadi berkat buat kalian. Ammiieeennnn!

Pelajaran pertama yang gw dapet adalah: Prioritas. Prioritas adalah sejenis mahluk berlemak yang tricky bagi sebagian kita. Prioritas bagi kita sangat fleksibel. Sangat bergantung dengan keadaan. Bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi, kadang juga berubah menurut mood hati. Tapi sejauh yang gw tau prioritas jarang berubah menurut warna kaos singlet ataupun kaos kaki yang digunakan (???). Melalui Ayub 1:1-5, Tuhan punya susunan prioritas yang tetap bagi hidup manusia. Prioritas yang tidak akan berubah urutannya. Kacaukan susunan prioritas yang Tuhan buat untuk hidup anak-anakNya dan dengan suksesnya hidup kita bakal hancur. Kacaukan urutan prioritas versi Allah dan hidup kita tidak akan maksimal. Dan karena hidupnya nggak masksimal, dampak hidupnya pun nggak maksimal.

Prioritas pertama adalah hubungan pribadi dengan Allah. Kenapa hubungan pribadi yang intim dengan Allah adalah prioritas pertama? Jawabannya sederhana karena Allah adalah Sang sumber. Dia sumber kasih. Dia sumber pengharapan. Dia sumber hikmat. Dia sumber berkat. Dia sumber segala hal benar (bukan sekedar baik). Hubungan pribadi kita dengan Tuhana dalah nafas hidup orang percaya. Jangkar di saat kita akan terhanyut. Mercu suar di saat kita kehilangan arah. Mata air di saat kita kehausan.Pengenalan yang benar dan sehat akan Allah adalah fondasi dasar yang kuat untuk hidup maksimal menurut rancangan Tuhan atas hidup kita. 

Prioritas kedua adalah keluarga. Fondasi dasar kedua untuk hidup maksimal adalah dukungan dari orang-orang terdekat. Dalam Kejadian 17:8-16, dikisahkan sebuah peristiwa perang fenomenal yang dilakukan Musa dkk terhadap bangsa Amalek.  Apa yang kalian ingat dari kisah peeprangan fantastis ini? Yang menarik kalau kita tanya ke orang-orang soal kisah ini, kebanyakan akan memfokuskan pada cara Israel menang. Lampu spotlight akan menyorot pemeran utama demonstrasi kuasa Allah.  Pembicaraan akan berputar pada tangan Musa yang terangkat. Jarang ada yang mengingat nama orang yang menopang tangan Musa saat tangannya lelah. Padahal tanpa Harun dan Hur, Israel tidak akan menang melawan Amalek. Tanpa dukungan dari orang-orang terdekat, Musa tidak mampu bertahan. Siapa orang-orang di sekitar kalian yang senantiasa mendukung, sekalipun tidak terlihat? Well, tanpa mereka kita sulit untuk berhasil. Be thankful for them :)


Prioritas ketiga adalah pekerjaan. Beberapa orang membedakan pekerjaan dengan pelayanan atau ibadah. Well, they wrong. Pekerjaan adalah tugas yang diberikan Allah kepada manusia. Allah menciptakan manusia bukan untuk tidur dan leha-leha sambil minum soda dingin, tetapi untuk bekerja. Adam, sang manusia pertama, sekalipun belum mengenal computer apalagi MS Office sudah bekerja. Sebelum Adam pun jatuh ke dalam dosa, sudah ada tugas yang diperintahkan Tuhan untuk dikerjakan. Pekerjaannya masih sederhana, memberi nama hewan-hewan dan tumbuhan, namun tetap saja itu adalah pekerjaan  (Kejadian 2:19-20). Lagian juga nggak mudah kale nyari inspirasi buat ngasih nama sekian banyak hewan dan tumbuhan, kita kadang ngasih nama satu binatang peliharaan aja ribet, apalagi ngasih nama kawanan hewan?! Tapi Dam dam (panggilan singkat Adam, bukan Sadam), kenapa “Platipus” coba? Why?!

Buat orang-orang yang bukan hamba Tuhan full timer A.K.A kita-kita (anak Tuhan juga hamba Tuhan loh, cuma nggak full timer aja), sebenarnya lingkungan kerja adalah lahan terbaik kita buat nunjukin siapa Tuhan yang kita sembah. Lewat lahan pekerjaan kita bisa jadi garam dan terang, atau malah jadi batu sandungan. Lewat hasil kerja kita, nama Tuhan dipertaruhkan. Lewat cara kita berinteraksi dengan orang sekantor atau sekampus, dunia akan melihat kita anak Tuhan atau anak hantu. Sayangnya, hal ini jarang disadari (atau nggak mau sadar lebih tepatnya) sama anak-anak Tuhan. Di gereja bisa luar biasa rohaninya dan di kantor atau sekolah nggak beda jauh sama setan. Di persekutuan mengumbar kata-kata rohani, di tempat kerja dan kantin mengobral kata-kata kasar dan gossip yang bisa bikin setan minder. Di Gereja kerjaannya tumpang tangan, di luar gereja lempar tangan alias nampol alias KDRT. Nggak heran kehidupan spiritual ataupun pekerjaan kita nggak maksimal.

Buat gw soal pekerjaan ini masih jadi PR. Gw sendiri masih terus belajar untuk ngejadiin pekerjaan gw sebagai mezbah persembahan buat Tuhan. Nggak gampang memang. Susah banget malah. Tapi kalau nggak dicoba sekuat tenaga yah nggak mungkin bisa. At least, menurut gw kita kasih yang terbaik yang bisa lakukan dalam pekerjaan kita, Itu dulu deh. Dan gw sadar setiap kali gw berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan gw semaksimal mungkin, Tuhan semakin nunjukin kebesaran Dia.

Prioritas terakhir adalah pelayanan. Pelayanan yang dimaksud di sini sifatnya lebih kecil, seperti bergabung dengan institusi agamawi and so on. Sebelum para diaken, gembala sidang, pendeta, dan teman-temannya ngebuat petisi fatwa haram buat Blog gw ini, gw perlu jelasin lebih jauh dulu soal poin ini. So tolong turunkan spanduk, matikan megaphonenya, dan tolong lepaskan batu yang udah siap kalian lemparkan ke jidat gw ini; dan dengarkan gw sebentar.

 Gw nggak bilang pelayanan tidak perlu dilakukan. Gw nggak bilang gabung dan aktif di institusi gereja nggak ada gunanya. Gw nggak bilang waktu dan tenaga yang kalian keluarkan buat latihan music, latihan nari, ataupun ikuta doa pagi sia-sia. Tapi kalau gw boleh nanya, Apakah kalian mengorbankan waktu bagi keluarga gara-gara terlalu sibuk pelayanan? Apakah orang tua kalian senang dengan kondisi itu? Apakah istri kalian senang? Apakah anak-anak kaian senang? Apakah pekerjaan kalian terbengkalai karena kalian sibuk memikirkan proyek gereja? Apakah bos anda akan senang dengan hal ini? Apakah saking sibuknya pelayanan, kalian sampai kehabisan tenaga untuk saat teduh? Apakah kalian lebih sibuk memikirkan konsumsi event Nantal gereja daripada berdoa bagi jiwa-jiwa yang datang? Apakah Surga bersukacita karena seorang hamba tuhan yang luar biasa dipakai memberkati bangsa-bangsa mengalami perceraian? Jika kalian menjawab ‘Iya’ untuk salah satu pertanyaan di atas, maka anda baru saja terperangkap dalam tipu muslihat iblis. Anda baru saja mengaburkan antara makna sejati pelayanan dengan kesibukan.

Mungkin saat ini ada yang langsung sibuk mencari tahu gereja mana yang gw layani, apakah gw ada afiliasi dengan Mujahiddin, atau apakah telepon gw ada unsur ‘666’ nya. Saat ini gw nggak aktif melayani di institusi gereja, karena gw punya kesulitan menyesuaikan waktu gawe dengan jam wajib hadir pelayanan (mis: doa pekerja, COOL, doa pemimpin, etc). palingna kalau ada waktu senggang di weekend dan ada permintaan, gw jadi narasumber beberapa persekutuan (buat yang merasa diberkati dengan Blog ini dan pengen ngobrol lebih banyak barengan sama anak-anak persekutuan yang lain, PM ajah yah J). Di sisi lain, gw selalu menganggap pekerjaan gw adalah pelayanan gw. Tapi gw pernah ada di situasi pertanyaan-pertanyaan di atas. Gw pernah terjebak dalam muslihat kesibukan gerejawi adalah pelayanan.

Bonyok (Bokap Nyokap, kali aja ada yang nggak tau) belum ajdi pengikut Yesus. Agama mereka masih agama kepercayaan. Sedangkan di kartu pelajar atau KTP gw udah ada tulisan “Kristen” semenjak SMP 2. Sampe sekarang Gw punya kerinduan yang sangat untuk memperkenalkan Yesus sama bonyok gw. Sayangnya dulu gw melakukannya dengan salah. SMP dan SMA adalah saat mulai pertama kalinya gw dengan dunia pelayanan gereja. Ikut berbagai kepengurusan, kepanitiaan dan vocal group  ternyata lumayan menguras waktu dan tenaga, sehingga sangat sedikit waktu yang bisa gw sisihkan buat keluarga dan bahkan buat hubungan pribadi gw dan Tuhan. Alhasil bukannya kehidupan spiritual gw bertumbuh. Bukannya hubungan gw dan Tuhan makin akrab, malahan gw dapet complain dari Bonyok plus stagnasi di kehidupan Rohani gw.

Masa kuliah jauh lebih sibuk lagi, sepertinya ngalahin sibuknya gw sekarang. Nggak puas aktif di organisasi Kristen kampus atau panitia event , gw juga aktif di komsel. Gw pernah ngalamin sehari bisa rapat 2-3 kali untuk bahas berbagai hal yang berbeda. Gw nggak punya waktu untuk pulang ke rumah (gw kost di Bandung dulu, dan Bonyok tinggal di Ciakrang) untuk ketemu sama Bonyok. Sampai ada satumoment, Bokap gw kena tipes dan gw nggak tau gara-gara gw nggak pulang ke rumah 3 bulan. Pas gw akhirnya pulang, Bokap gw ngomong satu kalimatyang ngebuat gw ngerasa udah ngecewain dia banget. “Jangan sampe Papi mati, kamu nggak tau.” Gw percaya Kalimat itu adalah tamparan keras dari Tuhan buat gw. Tamparan untuk menyadarkan kalau ini bukan pelayanan yang Dia inginkan. Gw nggak sedang ngelayanin Tuhan, tapi melayani diri gw sendiri. Sibuk melayani ego gw pribadi. Darimana kita tau pelayanan kita berkenan sama Tuhan atau nggak? Simpel, lihat apakah nama Tuhan dimuliakan pada akhirnya atau tidak. Lihat apakah kehidupan spiritual kita dan orang-orang terdekat kita bertumbuh atau stag atau bahkan mundur. Lihat hubungan kita dengan orang-orang terdekat kita, apakah makin hangat atau dingin. Pelayanan sejati selalu memberikan damai sejahtera bukan hanya untuk yang dilayani, tetapi juga yang melayani.   

So now guys, let’s check our life. Apakah kehidupan kita sudah maksimal? Jika belum maksimal, mungkin kita perlu cek kembali prioritas hidup kita, apakah sudah sesuai dengan standar Tuhan atau belum? Jangan terkecoh oleh Iblis. Iblis seperti bangsa Amalek di perjanjian lama. Bangsa Amalek tidak hanya dikenal barbar, liar dan buas, tetapi juga licik. Sama seperti Amalek menyerang Daud dan pasukannya dari belakang (1 Samuel 30:1-3), demikianlah Iblis akan menyerang kita. di saat kita merasa hebat. Di saat kita merasa ada di atas dunia. Di saat kita mengganggap kita sudah melakukan yang benar, di sanalah iblis menghantam kita. perhatikan urutan prioritas hidup kita, karena itu bisa digunakan iblis untuk melakukan tipu muslihat dan menghancurkan kita perlahan-lahan.  Meng-copy dari ucapan popular bang Napi: Waspadalah….Waspadalah!

No comments:

Post a Comment