Friday, September 28, 2012

The Man with Crutch


Yang berani aku lihat hanyalah sepatu kulit mahalnya yang mengkilat. Dia duduk dengan tenang di kursi empuk, sementara aku berdiri tertunduk gemetar menunggu ajalku tiba. Satu kata dari bibirnya dan nafas hidupku akan terputus. Dinginnya lantai marmer ini sebentar lagi akan hangat oleh simbahan darah. Aku takut.

Seharusnya aku yang ada di kursi itu. Seharusnya aku yang menggunakan setelan Armani dan sepatu kulit mahal itu. Seharusnya Mansion ini adalah milikku. Namun benar kata orang, dunia tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Pada kenyataannya aku tertunduk tak berdaya di sini bukan duduk anggun di sana. Pakaianku adalah baju pekerja kasar compang camping. Mansion ku adalah sebuah kamar motel murah berukuran sembilan meter persegi yang jauh dari keramaian pusat kota. Ruangan tempat menghindar dari masa lalu. Lobang persembunyian dari sejarah hidupku.

Aku masih ingat saat suasana Mansion ini begitu ramainya dengan jeritan panik dan deru kebingungan. Usiaku lima tahun saat itu. Pakaian dikemas segera. Benda-benda berharga dipilah. Komando bergegas. Setiap orang bergerak dengan cepat. Wajah tegang berlarian. Aku masih dapat merasakan kehangatan tangan ibu yang menyentuh wajahku dan berkata "Kamu akan baik-baik saja sayang, jangan takut." Ibu tersenyum saat itu, namun sangat jelas kesedihan dan kekhawatiran lekat di wajahnya. Itulah terakhir kalinya aku melihat wajah ibu. Itulah terakhir kalinya suara lembutnya memanggil namaku. Sejak hari itu hidupku berubah.

Salah satu pelayan setia ayah menggendongku, melemparku masuk ke bangku belakang mobil, lalu menyetir tergesa secepat mungkin menjauhi Mansion. Berbatang-batang rokok yang disulutnya tidak mampu meredakan kepanikan di wajahnya. Mulutnya terus bergumam mengenai kekalahan, perebutan wilayah, pergantian kekuasaan, ayah, kakek, bersembunyi menghindari sorotan. Sesekali matanya melihat ke spion tengah untuk memeriksa keadaanku. Aku tidak terlalu mengerti apa yang sedang terjadi pada saat itu. Yang bisa kulakukan hanyalah duduk diam terisak dalam kebingungan. Melewati jalan licin dan tikungan tajam, tiba-tiba mobil kami hilang kendali. Rem tidak bekerja dengan baik. Ban mobil berdecit hebat. Kami menabrak pembatas jalan. Aku terlempar ke depan membentur dashboard. Mobil terguling. Dunia tampak terbalik. Tiba-tiba semuanya gelap. Selama beberapa detik waktu seakan berjalan dalam gerakan lambat. Hening. Kesadaranku perlahan kembali. Rasa sakit mulai menjalar kuat. Badanku remuk. Kakiku terasa sangat sakit sampai tidak dapat digerakkan. Rasa sakitnya sudah sangat jauh berkurang sekarang, seiring aku pun tidak dapat merasakan kakiku lagi. Aku cacat. Aku timpang.

Barstow, kota kecil berdebu tempat ku memulai hari-hari baru. Hari-hari yang berbeda. Tidak ada lagi senyum menenangkan ibu. Tidak ada lagi waktu bermain bersama ayah. Tidak ada lagi gelak tawa kakek. Tidak ada lagi kemewahan. Tidak ada lagi kemanjaan. Tidak ada lagi kenyamanan. Yang tersisa adalah kebingungan. Yang tertinggal adalah stigma si kaki pincang. Yang ada hanyalah kejaran rasa takut akan masa lalu. "Jangan sampai seorang pun tahu siapa kamu sebenarnya. Jika dia sampai tahu,kamu akan dibunuh!" adalah wejangan rutin yang selalu di ucapkan setiap hari oleh pengasuhku. Bertahun-tahun aku belajar hidup tidak terlihat. Hidup di bawah radar. Tidak bergaul akrab dengan siapapun. Menghindari jalan-jalan utama. Duduk di pojokan Bar. Membayar semuanya dengan tunai. Berpindah-pindah motel. Berganti nomor handphone. Identitas palsu. Aku terlatih untuk hidup tidak nampak. Aku belajar menjadi tidak ada.

Terik matahari yang sama. Debu jalanan yang sama. Suasana kota kecil sehari-hari. Barstow yang biasa, namun sebuah pagi yang berbeda. Ada ketukan di pintu kamarku. Tidak biasanya hal ini terjadi. Tidak biasanya ada yang datang. Sebenarnya sangat jarang ada yang berkunjung. Dengan penasaran aku buka pintu kamar. Beberapa pria dengan setelan gelap lengkap berdiri tegap di hadapanku."Bos ingin bertemu," kata mereka singkat. Ternyata inilah akhirnya. Inilah akhir persembunyianku. Inilah ujung pelarianku. Dan disinilah aku sekarang, duduk gemetar ketakutan menunggu kematianku sendiri.

“Jack….” Panggilan Bos membuyarkan lamunanku.

“Bos…” jawabku dengan gemetar

“Jangan takut. Aku tidak akan membunuhmu karena aku sudah berjanji kepada Brian, ayahmu. Semua kekayaan kakekmu John, akan kukembalikan kepadamu dan untuk selama-lamanya engkau punya akses tidak terbatas atas Mansion ini.”

“………………. ” Butuh waktu lama bagiku untuk mencerna perkataan Bos. Bukan ini yang aku pikirkan. Bukan ini yang aku kira akan terjadi. Bukan ini yang ada di benak-ku.


Guys, pernah mendengar atau baca kisah di atas? Belum? Masa sih? Coba cari di Alkitab, pasti kalian akan menemukannya. Tidak ada?! Masa sih? Coba buka di 2 Samuel 9:1-13. Ada kan? Agak beda? Oh iya, gw lupa bilang, nama dan lokasi kejadian sengaja disamarkan demi kepentingan privasi yang bersangkutan J

Ada alasan khusus mengapa kisah ini dimuat dalam Alkitab. Bukan sekedar untuk menunjukkan kebaikan hati Raja Daud terhadap cucu dari seorang mantan Raja yang pernah berniat membunuhnya. Bukan sekedar menunjukkan sisi melankolis Raja Daud yang hanyut dalam kenangan akan Yonatan. Tapi lebih jauh kisah "kebangkitan kembali" Mefiboset membantu kita mengerti posisi diri kita sebelum diselamatkan Yesus dan apa yang dimaksud dengan kasih karunia A.K.A: Anugerah.

Kita adalah Mefiboset. Gw tau nggak semua yang baca tulisan ini pake kruk, but let me make this clear: kita semua... SEMUA... adalah Mefiboset, period. Masih nggak setuju ato kurang paham? Cekidot gan...

Kita diciptakan sempurna dalam segala kemuliaan.
"Maka Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya. Menurut gambar Allah diciptakannya dia; laki-laki dan perempuan." (Kejadian 1:27)

Kemudian menjadi cacat karena terjatuh dalam dosa.
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23)

Lebih sering berjalan dengan pincang dalam hidup daripada lurus.
 “Tetapi mereka terus berbuat dosa terhadap Dia, dengan memberontak terhadap Yang Mahatinggi di padang kering.” (Mazmur 78:17)

Kita hidup bersembunyi menjauh dari pandangan Tuhan karena sebuah alasan sederhana, kita takut “dibunuh” oleh Tuhan.
“Ia menjawab: Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi." (Kejadian 3:10)

Kita seharusnya ditembak mati atas setiap pelanggaran yang kita buat, tapi malah diganjar kemuliaan.
“Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” (Roma 8:2)

Kalo ngeliat list dosa yang kita perbuat dibandingkan dengan list kebaikan yang pernah kita lakukan selama hidup, kita semua dengan suksesnya akan menempati kavling terbesar tereklusif di perumahan neraka elok permai blok lucifer nomor 666. Sebanyak apapun kebaikan yang kita perbuat nggak akan pernah bisa melebihi banyaknya dosa kita. Sama kondisinya kaya lari di treadmill berkecepatan penuh. Secepat apapun, sekeras apapun usaha kita, kita akan tetap diam di tempat, tidak beranjak kemana-mana. Malah akhirnya kita bakal kecapean dan jatuh tergilas. Kebaikan kita nggak akan pernah cukup untuk menutupi hutang dosa kita.

Satu-satunya cara untuk menutupi hutang dosa itu adalah subsidi saldo kebaikan untuk menalangi hutang dosa kita. Berhubung semua manusia dosanya lebih banyak dibanding sama kebaikannya, so kita nggak mungkin bisa diselamatkan sama manusia. Artinya, satu-satunya yang bisa nyelamatin kita adalah individu yang tidak memiliki dosa dalam dirinya. Kita membutuhkan pribadi yang hanya memiliki kebaikan murni dalam rekening hidupnya mentransfer saldo kebaikannya bagi kita. Kita perlu Tuhan.

Inilah alasan sederhana kenapa Yesus turun ke dalam dunia. Kenapa Tuhan berinkarnasi (bukan reinkarnasi,tapi ber-inkarnasi) menjadi manusia dan akhirnya mati di atas kayu salib dan bangkit kembali. Simply because He needs to do that to pay our debt. Dia melakukan semua buat ngebayar lunas semua hutang dosa yang nggak mungkin dibayar oleh kita. Kita memperoleh anugerah keselamatan dan penebusan dosa bukan karena apa yang telah kita perbuat, tapi karena apa yang telah Dia perbuat. Karena kasih karunia. That’s why it’s called Grace. Saved not because of who we are or what we’ve done, but just because of who God is and what He has done.



Paul Faulkner, seorang terapis keluarga, menceritakan kisah seorang pria yang hendak mengadopsi seorang remaja bermasalah. Gadis yang akan diadopsinya brengsek, pemberontak, dan suka berbohong. Jangan salahkan orang-orang yang mempertanyakan kewarasan sang calon ayah untuk mengadopsi gadis ini. Butuh kesabaran lebih dari yang dimiliki Mother Teresa untuk bisa menangani gadis ini. Pada suatu hari, gadis ini pulang ke rumah dari sekolah dan mengobrak abrik seisi rumah untuk mencari uang. Pada saat pria itu pulang, si gadis sudah pergi, dan rumah sudah berantakan. Teman-teman si pria menyarankan untuk tidak meneruskan proses adopsi,  “Biarkan saja gadis itu pergi, lagipula ia bukan anak kandungmu.” Pria itu menanggapi dengan sederhana, “Ya, saya tahu... Tetapi saya telah memberitahukan gadis itu bahwa dia anak saya.”

Salah satu hal yang gw syukuri dari karakter Allah adalah Dia tidak bisa mengingkari diri-Nya. Dia sudah membuat perjanjian untuk mengadopsi umat-Nya. Tuhan sudah berjanji  untuk mengasihi kita apapun resikonya. Sekalipun Yesus menolak membiarkan kita seadanya, Dia tetap mengasihi kita apa adanya. Ya kita, dan itu artinya termasuk elo dan gw! :)

But don't stop here guys, there's still one thing that Mefiboset and the rebellious girl need to do with David's promise and the Father wanna be's love. Yups, janji Daud untuk mengembalikan kehormatan Mefiboset dan kasih tanpa syarat sang calon ayah bukanlah akhir perjalanan. Masih ada yang harus dilakukan oleh Mefiboset dan si gadis. Satu hal sederhana. Satu hal yang sangat simple, namun saking sederhananya menjadi begitu sulit untuk dipercaya. But it's true. Satu hal yang harus dilakukan Mefiboset dan si gadis adalah: Percaya. Just BELIEVE!

Mefiboset tidak akan memperoleh kekayaannya kembali jika dia tidak percaya akan kebenaran ucapan Daud dan kembali pulang ke kota berdebu, Lodebar. Sang gadis pemberontak tidak akan pernah menjadi seorang anak jika dia tidak percaya terhadap kasih calon ayahnya dan tetap melarikan diri. Yesus sayang banget sama elo dan cuma ada satu hal yang bisa menghambat dia nyelamatin jiwa elo, yaitu kalau elo nggak percaya. Dia cuma butuh satu hal buat memutarbalikkan kematian abadi dari diri kita menjadi hidup kekal. Dia cuma perlu satu tindakan hati kita buat ngulurin tanganNya dan memulihkan seluruh kemuliaan hidup kita, kembali menjadi anakNya. Dia cuma butuh satu hal. Dia hanya butuh rasa PERCAYA kita. Just Believe guys!

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)

Just Believe guys... Just BELIEVE.

No comments:

Post a Comment